Selasa, 19 Mei 2009

LOWONGAN CPNS Tahun 2009

Bagi para pencari kerja khususnya yang mencari kerja pada Pegawai Negeri, ada kabar yang sangat menggemberikan karena pada tahun 2009 ini dibutuhkan 3 kali lipat dari pada tahun 2008, karena pada tahun 2008 sampai 2010 jumlah Pegawai Negeri yang telah sampai pada masa purna tugas atau Pensiun mencapai angka 20% dari jumlah keseluruhan PNS diIndonesia, maka untuk mengisi kekosongan itu Pemerintah pada tahun 2009 ini membutuhkan sekitar 900.000 CPNS, tapi sayangnya bagi yang hanya lulusan SMP tidak ada formasi pada tahun 2009, jadi yang dibutuhkan hanya lulusan mulai SLTA (SMA & SMK), S-1 dan S-2, formasi Guru/pendidikan menempati posisi pertama, keahlian di bidang Ekonomi di posisi berikutnya yang diikuti oleh tenaga kesehatan. untuk lebih detailnya berikut adalah daftar formasi dan jumlah yang dibutuhkan tiap-tiap departemen dan tiap-tiapPembkab serta Pemkot;

Departemen Agama
Departemen Dalam Negeri
Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral
Departemen Luar Negeri
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Departemen Kehutanan
Departemen Kesehatan
Departemen Keuangan
Departemen Kelautan Dan Perikanan
Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata
Departemen Komunikasi Dan Informatika
Departemen Pekerjaan Umum
Departemen Perhubungan
Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Perdagangan
Departemen Pertanian
Departemen Pertahanan
Departemen Perindustrian
Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Perlunya bersikap assertive di dunia kerja.

Assertive berasal dari bahasa Inggris, yang berarti tegas. Assertion= pernyataan yang tegas.Dalam kamus KBBI, tegas diartikan sebagai tentu dan pasti (tidak ragu-ragu lagi, tidak samar-samar lagi).

Di dunia kerja, kita menghadapi berbagai macam sifat manusia, yang harus dapat kita kelola. Tidak terkecuali, kita juga akan mengalami berbagai macam sifat atasan yang memimpin kita. Mengapa kita perlu bersikap assertive? Agar siapapun akan memahami sikap dan perilaku kita dengan jelas dan tanpa ragu-ragu. Sikap assertive ini tak hanya diperlukan kita sebagai bawahan, tetapi juga sebagai atasan perlu bersikap assertive agar anak buah tidak mengartikan hal yang lain.

Mengapa kita perlu bersikap assertive kepada setiap perintah atasan?

1. Atasan juga manusia

Atasan adalah manusia biasa, yang tak selalu ingat semua peraturan yang berlaku. Oleh karena itu adalah hal yang sangat wajar jika bawahan mengingatkan atasan, ada peraturan yang sudah tak berlaku, dan bahwa perintahnya tak dapat dilaksanakan karena akan melanggar peraturan yang ada. Yang perlu diingat, jangan hanya mengatakan “tidak” tapi berikan solusinya. Pelajari dulu apakah perintah tersebut masuk akal, apa tujuannya, dan jika memang tujuan untuk kepentingan perusahaan, maka sebagai bawahan kita wajib ikut mencari jalan keluar. Percayalah atasan akan sangat menghargai bawahan yang bersikap assertive, serta mencarikan jalan keluar atas permasalahan yang ada agar tetap sesuai peraturan yang berlaku.

2. Analisis apakah perintah atasan layak untuk dipatuhi

Sebagai pekerja di perusahaan, pisahkan; a) loyal kepada atasan, b) loyal kepada organisasi/perusahaan. Dalam hal menyikapi perintah atasan, maka perlu dipertimbangkan kedua hal tersebut. Kalau loyal pada atasan, padahal setiap saat atasan akan berganti, maka jika perintah atasan tidak sesuai kebijakan, hal ini akan jadi bumerang. Memang diperlukan kemampuan komunikasi yang baik, sehingga keberatan kita dapat dinyatakan secara halus namun tegas, sehingga tidak menyinggung perasaan atasan. Hal ini akan lebih mudah jika perintah atasan melalui disposisi (instruksi tertulis), karena bawahan mempunyai waktu untuk menyatakan pikiran dan analisisnya. Yang tetap diingat, adalah selalu mencari jalan keluarnya.

3. Pelajari sistem dan prosedur, peraturan yang berlaku, serta legalitas setiap perintah

Sebagai pekerja, kita wajib memahami setiap peraturan yang berlaku diperusahaan itu, maupun peraturan2 lain yang wajib ditaati sesuai undang-undang ataupun peraturan lain yang diterbitkan oleh pemerintah atau instansi yang berwenang.

4.Ada beberapa hal yang belum diatur secara khusus, namun secara bisnis layak dilakukan.

Secara umum diketahui, bahwa peraturan tentang hukum berjalan seperti deret hitung, sedangkan bisnis berjalan seperti deret ukur, sehingga sering tidak ketemu. Bagaimana dunia bisnis menyikapi hal ini? Padahal secara bisnis kegiatan layak dilakukan, karena menguntungkan perusahaan?

Sebagai contoh: pada tahun 1990 an, pemerintah belum menerbitkan peraturan tentang Commercial Paper (CP), namun karena kebutuhan bisnis banyak perusahaan yang menerbitkan CP dan meminta Bank untuk melakukan endorsement. Yang perlu diperhatikan adalah, bahwa jika bank telah meng endorse CP yang diterbitkan perusahaan (umumnya nasabah Bank tsb), artinya Bank telah ikut menyetujui dan menjamin, serta ikut bertanggung jawab sebesar nilai CP yang di endorse nya.

Bagaimana jalan keluarnya? Bank yang meng endorse CP perlu menambahkan aturan tertulis, apa-apa yang perlu diperhatikan dan langkah2/prosedur yang wajib dilakukan sehubungan dengan CP. Karena bank ikut bertanggung jawab, rekening kredit perusahaan diblog sebesar nilai CP tersebut, sehingga kalau terjadi sesuatu dikemudian hari, telah ada payung yang melindungi kepentingan Bank.

5. Ada beberapa hal yang telah diatur, namun penerapan dilapangan sulit

Peraturan Bank Indonesia (PBI) membolehkan Bank melakukan restrukturisasi kepada nasabah dengan cara equity participation, atau menempatkan salah satu pegawai Bank duduk dalam jajaran manajemen di perusahaan tersebut, pada umumnya sebagai Direktur Keuangan.

Dengan equity participation, Bank tidak memperoleh bunga ( karena Bank ikut sebagai pemilik perusahaan tersebut). Di satu sisi, pegawai Bank yang menjadi Direktur Keuangan pada perusahaan nasabah akan ikut tunduk pada aturan/ Undang-undang Perseroan Terbatas, sehingga kalau di perusahaan terjadi apa-apa, dia bisa ikut dituntut. Padahal sebagai pegawai Bank, tunduk pada Undang-undang Perbankan.

Dalam case ini, bawahan perlu membuat analisis pro’s dan con’s apabila perusahaan akan melakukan tindakan ini. Apapun keputusannya, telah memperhitungkan risiko yang ada. Dengan analisis yang akurat, maka akan memudahkan atasan untuk menjawab jika timbul pertanyaan dari instansi yang berwenang, mengapa Bank memilih atau tidak memilih menggunakan pola ini.

Pada dasarnya, jika bawahan mendapatkan instruksi tertulis atau perintah dari atasan, usahakan agar setiap tindakan telah dilakukan analisis sehingga tidak akan merugikan perusahaan atau diri kita sendiri di kemudian hari. Dengan latihan yang teratur, dan selalu membaca peraturan-peraturan yang berlaku, maka dengan mudah akan bisa memberikan masukan, dan atasan akan lebih menghargai bawahan yang bersikap seperti ini.

Menjadi orang yang paling cepat DIPROMOSIkan oleh ATASAN Anda!

PERATURAN #1 - Mengetahui Bahwa Anda Di-'Nilai' Setiap Saat Oleh Lingkungan Anda.

Ketahui Aturan seumur hidup Anda dan setiap saat dalam hidup Anda! YA, orang-orang selalu mengawasi tingkah laku Anda; apa yang Anda lakukan; bagaimana Anda berbicara, berjalan, berpakaian… Anda AKAN SELALU di-‘nilai’. Saat ketika Anda bekerja di kantor, anda harus tampil SE-PRIMA-PRIMA-nya.

Jikalau Anda mau di-promosi-kan, Anda harus mulai berpakaian, berbicara, bersikap dan berlaku seperti LEVEL YANG ANDA INGINKAN. Sebagai contoh, jikalau anda sekarang adalah seorang Supervisor dan ingin di-promosi-kan menjadi seorang Manajer.. Anda harus mulai berpakaian, berbicara, berpikir, berpakaian, dll. seperti layaknya seorang Manajer. Ini akan membuat anda terlihat “Seperti Manajer” dan memiliki banyak peluang untuk di-promosi-kan dibandingkan rekan-rekan Anda yang masih bersikap seperti Supervisor. Jelas?

OK. Jadi… jikalau anda di-‘nilai’ setiap saat, APA yang harus Anda lakukan agar di-‘nilai’ secara positif? Latih dan praktikkan seketika juga aturan-aturan di-bawah ini !

Peraturan #1.1 - Berpakaian Yang Sewajarnya, Serapinya & Jaga Postur Anda!
Memang sudah menjadi fakta bahwa “pria tampan” dan “wanita cantik” memiliki peluang lebih baik untuk “nge-klop” dengan orang-orang. JUGA, “orang-orang” seperti mereka pada umumnya dapat melakukan suat hal lebih baik dengan upaya yang lebih sedikit dibandingkan orang lain pada umumnya. SAYANGNYA, TIDAK SEMUA ORANG cukup beruntung untuk lahir dengan ketampanan dan kecantikan demikian. Jadi apa yang harus dilakukan? Well, jika anda tidak dapat menjadi seperti “mereka”, setidaknya Anda dapat berusaha untuk tampil “menarik” ! Coba lihat contoh-contoh di sekitar kita… selebritis, artis, dll…. Contohnya Julia Roberts, meski Ia tidak memiliki kecantikan rupawan seperti Miss Universe, namun Ia benar-benar seorang wanita yang sangat menarik.

Tidak semua orang dapat menjadi seperti “mereka”, namun SEMUA ORANG dapat tampil menarik hanya dengan sedikit usaha. Jadi MULAI-LAH untuk tampil menarik HARI INI JUGA ! Berikut ini adalah tips-tips yang dapat praktek-kan:

Salah satu kualitas penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah:

Berpenampilan-lah Se-wajar & Se-baik-baik-nya. Cara Anda berpakaian merupakan bagian yang PALING DIPERHATIKAN dari Anda. Orang pertama kali me-‘nilai’ Anda dari cara Anda ber-pakai-an. Cara Anda berpakaian meng-komunikasi-kan kepada orang lain Anda termasuk tipe orang yang seperti apa dan ingin menjadi apa. Jadi demi masa depan Anda, berpakaianlah yang terbaik, sebaik-baiknya! Terlihat “berpakaian rapi’ berarti “benar-benar” ber-pakai-an rapi dan baik. Seperti yang saya bahas sebelumnya, “berpakaian rapi” berarti berpakaian seperti LEVEL YANG ANDA INGINKAN (IMPI-KAN). Berusahalah terlihat klasik – tidak norak, no jeans, no T-shirts dengan gambar-gambar lucu atau slogan-slogan, asesoris yang funky, no jaket kulit, no kancing-hilang, no benang-baju yang melar atau kusut, kemeja harus ter-setrika rapi. Gunakan kemeja dengan bahan non-lipatan sehingga Anda dapat terlihat rapi setiap hari, setiap saat dalam kondisi apapun. Ingat… gaya berpakaian klasik & berpakaian seperti level yang anda inginkan.

Berpenampilan-lah Se-rapi Mungkin. Ini juga merupakan bagian luar dari diri Anda yang paling terlihat. Pastikan sepatu Anda mengkilap. Jangan ada sepatu yang kotor, berdebu atau pun berlumpur. Pastikan diri anda terlihat segar, tercium wangi, rambut yang rapi dan ter-atur, termasuk juga rambut telinga dan rambut di hidung !! Wanita, suka atau tidak suka, mulailah belajar untuk ber-rias muka. Muka natural “baru bangun” tidak AKAN dan tidak PERNAH membuat anda di-promosi-kan oleh atasan Anda. Gigi yang bersih, nafas yang segar, tangan-tangan yang bersih, kuku terawat HARUS DIPERHATIKAN bagi anda para perokok dan peminum kopi. Ambil perawatan extra untuk nafas yang lebih segar atasi-lah dengan mints. Jika anda meng-guna-kan kacamata, pastikan mereka bersih, tidak ada minyak-minyak hijau, di bantalan kacamata Anda. Pastikan kacamata Anda cocok dengan raut muka Anda. JANGAN dan JANGAN pernah ada lensa yang retak atau selotip pada kacamata Anda !! Jikalau Anda perlu memperbaiki atau mengganti lensa kacamata Anda, maka lakukanlah. Jangan pernah menggunakan assesoris kacamata yang membuat anda terlihat seperti seorang Bajak Laut bermata satu! Percayalah… hal itu tidak akan membuat Anda di-promosi-kan oleh atasan Anda. Selalu ingat – Anda selalu di-‘nilai’ dan Anda tentu saja perlu terlihat profesional dan satu level di atas kondisi Anda sekarang !

Tip-tips interview Pekerjaan


Tip-tips interview Pekerjaan
Interview atau wawancara pekerjaan merupakan hal paling kritikal untuk mendapatkan pekerjaan yang Anda inginkan. Karena itu, tentu Anda tahu bahwa Anda harus mempersiapkan diri Anda seprima mungkin, baik fisik dan mental. Di bawah ini ada beberapa tips yang bisa Anda coba untuk menghadapi pertanyaan yang paling umum dan tersulit dalam sebuah interview pekerjaan.

1. Beritahukan kami tentang diri Anda?
Biasanya ini merupakan pertanyaan pembuka, karena itu jangan menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menjawabnya. Berikan jawaban yang menjawab empat subjek: tahun-tahun terakhir, pendidikan, sejarah kerja, dan pengalaman karir terakhir.

2. Apa yang Anda ketahui tentang kami?
Ketika pertanyaan ini dikeluarkan, anda diharapkan mampu mendiskusikan produk atau pelayanan, pendapatan, reputasi, pandangan masyarakat, trget, permasalahan, gaya managemen, orang-orang di dalamnya, sejarah, dan filosofi perusahaan. Berikan jawaban yang memberitahu pewawancara bahwa Anda meluangkan waktu mencari tahu tentang perusahaan tersebut, namun jangan beraksi seperti Anda tahu segalanya tentang perusahaan tersebut, tunjukan keinginan mempelajari lebih banyak tentang perusahaan tersebut, dan jangan memberikan jawaban negatif seperti "Saya tahu perusahaan anda mengalami problema-problema, itu alasan saya disini". Tekankan keunggulan perusahaan dan minat Anda terhadap hal tersebut.

3. Apa yang dapat Anda berikan pada kami (yang orang lain tidak bisa beri)?
Sebutkan prestasi-prestasi dan jenjang karir yang Anda telah capai. Sebutkan kemampuan dan hal-hal yang menarik perhatian Anda, gabungkan dengan sejarah Anda mencapai hal-hal itu. Sebutkan kemampuan Anda menentukan prioritas, mengidentifikasi masalah, dan

4. Apa yang paling menarik menurut Anda dari pekerjaan ini? Dan apa yang paling tidak menarik?
Sebutkan tiga sampai empat faktor menarik dari pekerjaan yang anda hendak ambil dan satu hal kecil sebagai faktor yang kurang menarik.

5. Mengapa kami harus merekrut Anda?
Pertanyaan ini saam seperti pertanyaan nomor empat, sebutkan saja kemampuan-kemampuan Anda yang mampu mendukung perusahaan tersebut.

6. Apa yang Anda cari di dalam sebuah pekerjaan?
Berikan jawaban yang berkisar pada oportunitas di dalam organisasi. Beritahukan pewawancara kalau Anda ingin memberikan kontribusi dan dikenali. Hindari jawaban yang mempersoalkan kestabilan keuangan pribadi.

7. Menurut Anda, apa definisi dari posisi yang Anda inginkan?
Berikan jawaban yang singkat dan berkisar tentang tugas dan kewajiban. Pastikan Anda mengerti posisi tersebut sebelum Anda hendak menjawab.

8. Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk memberikan kontribusi berarti bagi kami?
Beri jawaban yang realistik. Beritahukan pewawancara bahwa walaupun Anda akan berusaha mengatasi segala harapan dan tantangan dari hari pertama, Anda membutuhkan sekitar enam bulan untuk benar-benar mengerti organisasi perusahaan dan kebutuhannya.

9. Berapa lama Anda akan bersama kami?
Beritahukan pewawancara bahwa Anda tertarik berkarir bersama perusahaan tersebut namun Anda ingin tetap tertantang untuk mencapai target bersama.

10. Dari resume Anda, kami rasa Anda terlalu berpengalaman untuk posisi ini. Bagaimana pendapat Anda?
Ini pertanyaan jebakan. Anda diharapkan untuk tetap rendah hati namun percaya diri dengan kemampuan Anda. Cara terbaik menanganinya adalah menjawab bahwa Anda butuh mengenal perusahaan lebih jauh sebelum dapat dengan efisien bekerja di tingkat yang lebih tinggi.
11. Kenapa Anda meninggalkan pekerjaan Anda yang sebelumnya?
Anda sebaiknya menjawab pertanyaan ini dengan jujur namun singkat dan jelas termasuk jika hal tersebut karena Anda dipecat. Namun yang perlu diperhatikan, Anda sebaiknya jangan menyebutkan konflik pribadi. Perlu Anda perhitungkan bahwa pewawancara mungkin akan bertanya banyak soal masalah ini, jangan sampai Anda terbawa emosi.

12. Apa yang Anda rasakan ketika harus meninggalkan pekerjaan Anda?
Beritahu pewawancara bahwa Anda merasa khawatir namun jangan terkesan panik. Katakan bahwa Anda siap menerima segala resiko demi mendapatkan pekerjaan yang cocok untuk Anda. Jangan menunjukan bahwa Anda lebih mementingkan kestabilan keuangan.

13. Pada pekerjaan Anda sebelumnya, apa yang berkenan dengan Anda? Dan apa yang tidak berkenan?
Berhati-hatilah dalam menjawab pertanyaan ini dan kemukakan hal-hal positif. Deskripsikan lebih banyak hal yang Anda sukai daripada yang Anda tidak sukai. Jangan menyebutkan masalah pribadi. Jika Anda membuat pekerjaan sebelumnya terkesan buruk, pewawancara akan bertanya-tanya mengapa Anda berada disana. Hal ini jelas mengurangi profesionalisme Anda.

14. Apa pendapat Anda tentang bos Anda sebelumnya?
Ini juga pertanyaan yang harus Anda jawab dengan hati-hati. Sebisa mungkin jawablah pertanyaan ini dengan positif karena calon bos Anda akan merasa Anda akan membicarakan hal-hal buruk tentang dia seperti apa yang telah Anda lakukan terhadap bos yang terdahulu.

15. Mengapa Anda tidak mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di usia Anda?
Lagi-lagi ini bisa menjadi pertanyaan jebakan. Beritahukan pewawancara bahwa inilah alasan Anda mencari lowongan pekerjaan di perusahaan tersebut. Jangan bersikap defensif.

16. Berapa gaji yang Anda minta?
Ini pertanyaan yang mengiurkan, namun pastikan Anda menyebutkan angka kisaran yang Anda yakin merupakan gaji yang pantas atau bertanya pada pewawancara berapa kisaran pada pekerjaan sejenis. Jika Anda diberi pertanyaan ini dari awal wawancara, sebaiknya Anda mengelaknya dengan mengatakan Anda ingin tahu seberapa banyak tanggung jawab yang akan Anda pegang di perusahaan tersebut. Tekankan bahwa Anda lebih mementingkan pekerjaannya namun jangan menjual standar Anda.

17. Apa target jangka panjang Anda?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda lagi-lagi diharuskan meneliti perusahaan tersebut dan mengetahui rencana dan/atau target mereka lalu memberikan jawaban yang singkron dengan milik perusahaan.

18. Seberapa sukses yang Anda rasa telah capai?
Berikan jawaban yang positif dan percaya diri, namun jangan memberikan jawaban yang berlebih. Jangan membuat pewawancara merasa Anda seorang yang suka membesar-besarkan sesuatu.

Semoga dengan tips diatas Anda lebih merasa tenang dan percaya diri ketika menghadapi interview pekerjaan .. Selamat Mencoba !!!

Tips Mengatasi Stress (pengembangan pribadi)

1. KEMBANGKAN KETERATURAN
Berbenahlah. Singkirkanlah barang-barang yang tidak dipakai. Anda bisa memulihkan
rasa tenang kepada sebuah ruangan dengan “pilih dan singkirkan” selama tiga puluh
menit.

2. ALIHKANLAH FOKUS ANDA
Mengalihkan perhatian bisa memberikan istirahat terhadap otak Anda dari pemecahan
masalah serta beban. Tidak mungkin dikuasai rasa kuatir kalau ada sesuatu hal lain yang
rnenarik minat Anda.

3. LUANGKANLAH WAKTU UNTUK BEROLAHRAGA
Hilangkanlah tekanan dari tubuh Anda lewat dua puluh menit aerobik.

4. TERBUKALAH KEPADA ORANG LAIN
Utarakanlah ketegangan Anda kepada teman yang bisa dipercaya.

5. KEMBANGKAN PILIHAN LAIN
Gantilah saluran di otak Anda. Pemecahan masalah lebih efektif kalau pikiran kita sering
beristirahat dari suatu masalah ketimbang terus terobsesi dengannya.

6. AMBILLAH WAKTU UNTUK BERSAAT TEDUH
Jadwalkanlah beberapa waktu istirahat singkat sepanjang hari untuk memperlambat kerja
otak dan tubuh. Dengarkanlah musik yang membuat rileks. Berdoalah dan merenung untuk menyejukkan jiwa.

7. TUNTASKANLAH URUSAN YANG BELUM TUNTAS
Perbaikilah apabila mungkin. Berikanlah ampun ketimbang memendam gerutu.

8. PUTUSKANLAH UNTUK PERCAYA
Salah satu resep terbaik untuk rasa takut adalah mengatakan, “Ya Tuhan, aku memilih
percaya kepada-Mu”.

9. DEDIKASIKANLAH DIRI KEPADA HAL-HAL YANG DASAR
Untuk melihat dengan jelas di tengah-tengah stress yang membutakan : Tidurlah delapan
hingga sembilan jam setiap malamnya; makanlah makanan yang seimbang gizinya;
olahragalah dua hingga tiga puluh menit tiga kali setiap minggunya.

10. LEPASKANLAH
Kalau kewalahan, mundurlah, berilah waktu kepada diri sendiri, dan berhentilah berusaha
terlalu keras. Segalanya tidaklah harus “dituntaskan” hari ini juga.

11. BERTEKUNLAH
Menghindar hanya akan menambah kecemasan. Evaluasilah apa yang dapat dilakukan,
dan kerjakanlah itu. Janganlah terperangkap dalam pendekatan “segalanya atau tidak
sama sekali”.

12. JANGANLAH MENJADI ORANG “TIPE SERBA BISA”
Tak ada yang dirancang untuk menjadi segalanya bagi semua orang. Hanya Tuhan seoranglah yang dapat memenuhi uraian tugas itu.

Cita-cita Pendidikan bagi Semua Anak Bangsa

Pendidikan Indonesia menurut sejarah dirintis oleh Ki Hadjar Dewantara dengan berdirinya sekolah Taman Siswa pada tahun 1922. Sehingga sebenarnya pendidikan kita telah berusia lebih dari 80 tahun. Walaupun pada tahun-tahun sebelumnya, Belanda dengan politik etisnya telah menyelenggarakan pendidikan di Indonesia. Namun, pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan kolonial, bukan pendidikan Indonesia.

Perjalanan pendidikan Indonesia mengalami pasang surut seiring kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Setelah kemerdekaan Indonesia pun, wajah pendidikan kita belum menampakan harapan besar sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 (mencerdaskan kehidupan bangsa) dan pasal 31. namun, usaha untuk memajukan kehidupan akademik Indonesia sudah dirintis dengan berdirinya perguruan tinggi negeri di kota-kota besar mulai tahun 1950-an.

Selama orde baru, pendidikan kita mengalami perkembangan menarik. Hal tersebut karena pendidikan nasional diterjemahkan ke dalam bentuk kebijakan pendirian sekolah-sekolah baru yang tersebar di seluruh indonesia. Dan selama itu pula, hak pendidikan bagi rakyat sesuai dengan UUD 1945 dirasakan tidak hanya oleh masyarakat perkotaan, tapi juga masyarakat daerah. Fenomena “booming” lembaga pendidikan di daerah-daerah di satu sisi memberikan kesempatan pendidikan yang terjangkau bagi rakyat Indonesia. Namun di sisi lain, esensi dan nilai luhur dari pendidikan itu sendiri cenderung diabaikan.

Yaitu tugas utama pendidikan bergeser dari kewajiban membentuk seorang individu manusia, menjadi kewajiban membentuk seorang warga negara. Sehingga individu yang terbentuk oleh pola pendidikan adalah individu yang kehilangan makna dirinya sebagai seorang manusia merdeka. Atau dengan kata lain, individu yang tunduk pada kehendak penyelenggara pendidikan dalam hal ini pemerintah (sentralisme). Hal yang menurut Ignas Kleden disebutkan pula, adanya pergeseran dari cita-cita kemajuan seluruh umat manusia menjadi kemajuan negara, sedangkan fungsi kebudayaan dan pendidikan digeser menjadi fungsi politik atau lebih khusus lagi oleh civic function.

Hal yang secara kuantitas (statistik), pendidikan orde baru menghasilkan kenaikan signifikan jumlah manusia didik seperti ditunjukan tabel di bawah ini (tabel 1):
Selected Indicators 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
School Enrolment (%)
Population aged 7-12 years 94.06 93.9 94.43 95.37 95.07 95.34 95.5
Population aged 13-15 years 72.38 73.2 75.84 77.51 77.31 79.04 78.7
Population aged 16-18 years 45.31 44.6 47.59 48.64 49.52 51.14 49.1
sumber: BPS dengan pengolahan

Sedangkan angka melanjutkan ke perguruan tinggi tahun 2001/2002 “hanya” mencapai 48.13% dari jumlah lulusan Sekolah Menegah tahun itu (Statistik Depdiknas). Dengan asumsi usia 16-18 tahun adalah usia pra-PT dan prosentase lulusan tahun 2001 tidak jauh berbeda, maka prosentase yang melanjutkan ke PT sebesar 23.63% dari populasi Indonesia usia 16-18 tahun. Angka yang sangat kecil untuk kaum intelektual melihat besarnya jumlah penduduk indonesia (dari berbagai sumber yang didapat, hanya sekitar 2% dari penduduk Indonesia).
***

Angin reformasi yang berhembus dalam kehidupan bangsa tahun 1998 membawa ekses bagi dunia pendidikan. Kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang mampu menjawab tantangan masa depan diwujudkan dengan amanat pendidikan dalam UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (HAM) dan UU No 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Bahkan pendidikan semakin terejawantahkan dengan hadirnya UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Terlepas dari polemik agama yang menyertai pembuatannya, UU yang menggantikan UU No 2 Tahun 1989 ini memberikan harapan baru dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, bukan dalam rangka semata-mata meredam keinginan masyarakat.

Pendidikan sebagai variabel yang tidak pernah bisa terlepas dari kondisi sosial politik bangsa akhirnya ikut menjadi korban. Dimulai dengan anggaran pendidikan yang menurut UU tersebut sebesar 20% dari anggaran pemerintah, tidak pernah mencapai separuh dari alokasi tersebut. Di masa kekinian, Ujian Akhir Nasional (UAN) tahun 2004 seakan menjadi cerminan wajah pendidikan nasional. Fenomena yang menggambarkan bahwa pola pendidikan indonesia tidak jauh berubah dengan berlakunya UU tersebut. Dan UAN 2004 adalah sebuah titik kulminasi dari permasalahan pendidikan nasional selama ini.

Pendidikan nasional yang selama orde baru begitu sentralis dalam UU Sisdiknas mulai dieliminasi dengan adanya ketentuan bahwa pendidikan nasional diarahkan ke dalam pendidikan berbasis masyarakat, yaitu penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat (Pasal 1 ayat 16). Oleh karenanya, masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat (Pasal 55 ayat 1).

Sedangkan UAN yang adalah bentuk pengembangan kurikulum pendidikan, dilaksanakan terpusat (Jakarta centris) tanpa adanya partisipasi dari masyarakat dan mengabaikan kekhasan, lingkungan sosial-budaya serta potensi daerah. Dalam persepsi kurikulum sendiri, UAN juga menyalahi ketentuan Pasal 36 ayat 2 UU Sisdiknas yang menyatakan: kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Disini terlihat bahwa peran satuan pendidikan (sekolah) hanya sebatas penyelenggara UAN.

Akhirnya, cita-cita pendidikan yang adil bagi seluruh rakyat menjadi tergadaikan. Karena keadaan pendidikan di Indonesia berbeda di masing-masing daerah. Mustahil bila kemudian pemerintah menyamaratakan kemampuan pelajar dengan UAN yang terpusat seperti dulu lagi.

Perbedaan itu sah-sah saja sepanjang sesuai dengan nilai luhur pendidikan yang membebaskan manusia menuju kemerdekaannya. Dan bila demikian yang menjadi nilai luhurnya, maka UAN (dan pola pendidikan nasional keseluruhan) sendiri tidak lain telah melanggar prinsip-prinsip ilmu kependidikan. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (pskomotorik) dan sikap (afektif). Sedangkan UAN (dan pendidikan nasional selama ini) hanya menilai satu aspek kemampuan saja yaitu kognitiif. Kedua aspek yang lain tidak dujikan sebagai penentu kelulusan. Dengan demikian UAN telah melanggar prinsip-prinsip kependidikan. Kenyataannya, penentu kelulusan bukan ketiga aspek tersebut yang berada di wilayah sekolah (satuan pendidikan), melainkan pemerintah dengan nilai rata-rata batas bawahnya (4.01).

Kontroversi UAN tersebut, kemudian ditanggapi secara reaktif oleh pemerintah dengan kebijakan konversi nilai UAN baru-baru ini. Dengan dalih bahwa konversi ini bertujuan mewujudkan keadilan bagi peserta UAN, yang terjadi hanya pemandangan “katrol-mengkatrol” nilai yang lazim dalam dunia pendidikan kita. Pada prinsipnya, konversi ini lebih kearah mengangkat nilai di bawah batas kelulusan. Sedangkan peserta yang mendapatkan nilai tinggi harus dikurangi atas nama keadilan tadi. Tentunya, angka kelulusan menjadi naik dan kekhawatiran dampak penurunan angka kelulusan terhadap kenaikan nilai kelulusan dari 3.01 menjadi 4.01 tidak terbukti.

Mengenai biaya pendidikan sesuai dengan amanat pasal 49 UU Sisdiknas, alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD di masa sekarang seperti mimpi indah di siang hari. Dengan dalih bahwa setidaknya sudah ada itikad untuk menaikan anggaran pendidikan, ternyata itikad saja tidak cukup. Rakyat membutuhkan peran nyata pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang adil dan merata di seluruh Indonesia. Lihatlah kondisi sekolah-sekolah dasar di pelosok tanah air yang membentang dari sabang sampai merauke, sudah layakah pendidikan bagi rakyat? Jangankan di pelosok nan jauh di timur sana, di pinggiran kota-kota besar pun keadaan kehidupan akademisnya sungguh memprihatinkan. Dan sekali lagi pledoi yang digunakan, bahwa dengan UU Sisdiknas maka masyarakat juga berhak menyelenggerakan pendidikan. Kalau seperti itu, lalu buat apa rakyat repot-repot memilih pemimpin selama ini.

Maka jangan hanya salahkan sekolah bila kemudian menterjemahkan hak penyelenggaraan tersebut dengan melibatkan masyarakat (dalam hal ini orang tua siswa) dengan berbagai iuran yang super wah. Menurut Amich Alhumami (Kompas, 15 Juni 2004), data dari Balitbang Depdiknas menyebutkan bahwa biaya pendidikan yang dibayarkan orang tua per tahun (dalam juta) untuk SD negeri 4,867 dan 6,178 untuk swasta, Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri 5,481 dan 4,130 untuk swasta, SMP negeri 5,624 dan 5,774 untuk swasta, Madrasah Tsanawiyah negeri 4,749 dan 4,269 untuk swasta, SMU negeri 7,054 dan 6,842 untuk swasta, serta untuk Madrasah Aliyah negeri 6,091 dan untuk swasta 5,967.

Angka-angka diatas adalah angka rata-rata dari seluruh daerah di Inonesia. Tentunya akan sangat jauh berbeda dengan daerah perkotaan, terutama di Jawa. Bagi yang berminat masuk pada sebuah sekolah swasta bonafide di Jakarta misalnya, orang tua harus menyiapkan puluhan juta rupiah untuk. Atau bahkan sebuah SD negeri di Bandung menetapkan harga jutaan dalam rangka penerimaan siswa barunya. Itu semua belum termasuk dengan biaya per bulan dan tetek bengek lainnya. Mungkin hanya SMPN 56 Jakarta yang membebankan biaya masuk sekolah terkecil se-indonesia. Walaupun sarat kontroversi keberadaannya, pengelola SMPN 56 berani “banting harga” uang masuk sampai hanya 1000 perak (Koran Tempo, 15 Juni 2004).

Bila dibandingkan dengan rata-rata biaya pendidikan diatas dengan kemampuan ekonomi rakyat Indonesia, maka kita akan dapatkan pemandangan yang kontras. Indikator kemampuan ekonomi rakyat bisa dilihat dengan besarnya pendapatan perkapita indonesia seperti di bawah ini (tabel 2) :
Deskripsi 1998 1999 2000 2001
Pendapatan Perkapita 4.222.062,1 4.649.342,2 5.652.731,5 6.351.912,1
sumber: BPS dengan pengolahan
Maka yang sangat terlihat adalah kesenjangan antara biaya pendidikan dengan kemampuan rakyat kebanyakan. Walaupun tahun survey keduanya tidak sama, dengan kondisi rakyat yang tidak jauh berbeda dan pengangguran diatas 10%, kemampuan masyarakat untuk membiayai pendidikan sangat terbatas. Di sisi lain, program wajib belajar (Wajar) 9 tahun dan penanaman doktrin “malu jika tidak sekolah”, pemerintah masih mengalokasikan 6,6% APBN 2004 untuk pendidikan. Jika berandai-andai alokasi 20% terpenuhi, memungkinkan masyarakat menikmati Wajar 9 tahun dengan gratis di seluruh Indonesia (Republika, 28 Mei 2004).

Dengan kondisi diatas, wajarlah bila Human Development Index (HDI) Indonesia hanya di peringkat 110 dunia (Prof. Zuhal), dibawah Malaysia (59), Thailand (70), Filipina (77) dan Vietnam (109). Sebab yang paling kentara adalah masalah pemerataan pendidikan bak mimpi di negeri nan kaya ini. Padahal dari tabel 1 dan 2 bisa kita simpulkan bahwa masyarakat masih punya semangat tinggi (kemandirian) dalam dunia pendidikan bahkan dalam kondisi krisis pun (persis seperti halnya pemerintah yang “tetap jalan” selama kampanye pemilu 2004). Sehingga sekarang bola panas kompleksitas pendidikan sebenarnya terletak di pengambil kebijakan (baca: pemerintah) itu sendiri. Yang menurut Mas Achmad Santosa (Kompas, 17 Juni 2004), masyarakat punya hak untuk melakukan perlawanan terhadapnya. Karena tanpa perjuangan, masyarakat tidak akan pernah menjadi subyek kehidupan (pendidikan).

Bentuk perlawanan dalam negara hukum seperti Indonesia menurutnya bisa dalam bentuk ; pertama, Class action merupakan prosedur beracara dalam perkara perdata yang memberikan hak bagi satu atau sejumlah orang (tidak sangat banyak) untuk mengajukan gugatan dalam memperjuangkan kepentingan sendiri yang sama dengan kepentingani ratusan bahkan jutaan orang. UAN adalah persoalan yang klop dengan konteks ini. Kedua, legal action (Hak Gugat Organisasi) yaitu gugatan yang dilakukan oleh organisasi badan hukum yang tidak terkena langsung kerugian, namun memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak yang dirugikan. Legal action bisa dilakukan oleh PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) atau organisasi yang terkait dengan masalah pendidikan diatas. Masifitas gerakan dengan sendirinya akan terbentuk dengan elaborasi antara kedua bentuk diatas yang mencitakan terciptanya nilai-nilai luhur pendidikan bangsa.

Akhirnya, tidak pantas bila Ibu pertiwi yang melahirkan kita menangis karena putra-putranya menjadi orang-orang yang tak mengerti keindahan walaupun memiliki mata, tak mendengarkan kebaikan walaupun memiliki telinga, tak membela kebenaran walaupun memiliki hati, tak pernah terharu dan tak bersemangat (Mr “Toto-Chan“ Kuroyanagi). Karena kita telah merangkai cita mulia pendidikan, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU Sisdiknas). Atau dalam slogan legendarisnya Ki Hadjar Dewantara, Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani. Semoga.....

Masalah Pendidikan Di Indonesia

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikandi Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globslisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain.

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan Negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kiata seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.

Setelah kita amati, Nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan yang akan kami paparkan kali ini adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran.

2.1 EFEKTIFITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunya kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mangikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2.2 EFISIENSI PENGAJARAN DI INDONESIA

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaiman dapat meraih stendar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.

Jika kita berbiara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kami lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan Negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, Karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Selain itu, masalah lain efisienfi pengajarn yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.

Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

2.3 STANDARDISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP)

Tinjauan terhadap sandardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

ARTIKEL PENDIDIKAN: SISTEM PEMBELAJARAN KBK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PARA PESERTA DIDIK PADA BIDANG STUDI FISIKA

A. SISTEM PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten dilibatkan secara langsung dalam penyusunan silabus kurikulum berbasis komperensi yang mulai diterapkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam tahun ajaran baru tahun ini.

Menurut Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dr.Siskandar , penerapan kurikulum berbasis kompentensi itu sesuai dengan tuntutan perkembangan kondisi negara dan sistem administrasi pemerintahan.

Dr.Siskandar menjelaskan bahwa materi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tidak jauh berbeda dengan kurikulum 1994 yang dpakai sekolah - sekolah pada waktu lalu.Yang membedakan antara kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan kurikulum sebelumnya adalah adanya partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah di dalam menjabarkan materi kurikulum yang bersifat nasional melalui silabus.

Di dalam kurikulum ini , silabus adalah isi kompetensi dan elaborasi (uraian dan rincian) materi pelajaran , pembelajran dan penilaian serta pengalokasian waktu yang disusun sesuai dengan semester dan kelas masing - masing.Silabus juga sebagai bentuk operasional kompetensi dan materi pelajaran pokok sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengelola kegiatan pembelajaran.

Untuk menjamin bahwa kompentensi dasar yang telah ditentukan dapat dicapai maka perlu prinsip ketuntasan belajar ( mastery learning) dalam pembelajaran dan penilaian.

Sebenarnya KBK itu sendiri adalah kurikulum ideal yang tidak saja akan berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita , tetapi juga menuntut para praktisi pendidikan khususnya para guru untuk mempersiapkan seluruh potensi dirinya.Tujuan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi ini adalah untuk menghasilkan terjadinya demokratisasi pendidikan.Diharapkan hasil keluaran KBK dapat menciptakan lulusan yang menghargai keberagaman (misalnya dalam perbedaan pendapat , agama , ras maupun budaya). Pengkonstuksian dan penyususnan pengetahuan berlangsung dan dilakukan dari , oleh dan untuk para peserta didik.Dengan demikian , dalam penyusunan rencana pembelajaran , seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) , demokratis dan terbuka.

Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pendekatan kontruktivisme , sains , teknologi dan pendekatan inquri secara utuh.Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus komprehensif.Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam menafsikan dan mengimplementasikan KBK yang menjamin tercapainya kompetensi-kompetensi tamatan.

Dengan ketiga pola pendekatan tersebut di atas , para peserta didik diberikan kesempatan untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi yang dimiliki.Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi , dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang Maha Esa , rasa ingin tahu , toleransi , berfikir terbuka , percaya diri ,kasih saying , peduli sesama , kebersamaan , kekeluargaan dan persahabatan.

B. MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK

Kemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri guna melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat.Dalam hal ini terkandung adanya unsure harapan dan optimisme yang tinggi , sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakuakan suatu aktivitas tertentu , misalnya dalam hal belajar.Itulah yang disebut dengan motivasi belajar.

Jadi motivasi belajar para peserta didik pada bidang studi fisika adalah kemempuan atau kekuatan semangat untuk melakukan proses belajar dalam bidang studi fisika.Dengan motivasi belajar yang tinggi ,diharapkan para peserta didik akan meraih prestasi belajar fisika yang memuaskan.

C. SISTEM PEMBELAJARAN FISIKA

Fisika merupakan bagian adri Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) , yaitu sutau Ilmu yang mempelajari gejala dan peristiwa atau fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hokum smesta.Objek Fisika meliputi mempelajari karakter , gejala dan peristiwa yang terjadi atau terkandung dalam benda - benda mati atau benda yang tidak melakukan pengembangan diri.

Telah diketahui bersama bahwa di aklangan siswa SMU / MA telah berkembang kesan yang kuat bahawa pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami dan kurang menarik.Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat dan motivasi untuk mempelajari Fisika dengan senang hati , merasa terpaksa atau suatu kewajiban.Hal tersebut merupakan akibat kurangnya pemahaman tentang hakikat , kemanfaatan , keindahan dan lapangan kerja dari Fisika.

Belajar Fisika akan menyenangkan kalau memahami keindahannya tau manfaatnya.Jika siswa sudah mulai tertarik baik oleh keindahannya , manfaatnya atupun dari lapangan kerjanya ,mereka akan bisa lebih mudah dalam menguasai Fisika.Maka , motivasi belajar sudah menjadi modal pertama untuk menghadapi halangan atau kesulitan apapun yang akan menghadang ketika sedang belajar Fisika.

Tidak sedikit siswa yang merasa stress ketika akan mengikuti pelajaran Fisika.Hasil - hasil evaluasi belajar pun menunjukkan bahwa nilai rata - rata kelas di raport untuk pelajaran Fisika seringkali merupakan nilai yang terendah disbanding dengan pelajaran pelajaran lain.Tanpa disadari ,para pendidik atau guruturut memberikan kontribusi terhadap factor yang menyebabkan kesan siswa tersebut di atas.Kesalahan - kesalahan yang cenderung dilakukan para guru , khususnya guru Fisika adalah sebagai berikut :

1. Seringkali , Fisika disajikan hanya sebagai kumpulan rumus belaka yang harus dihafal mati oleh siswa , hingga akhirnya ketika evaluasi belajar , kumpulan tersebut campur aduk dan menjadi kusut di benak siswa.
2. Dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan sistematika penyampaian , serta kurang menekankan pada konsep dasar , sehingga terasa sulit untuk siswa.
3. Kurangnya variasi dalam pengajaran serta jarangnya digunakan alat Bantu yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi yang dipelajari.
4. Kecendrungan untuk mempersulit , bukannya mempermudah.Ini sering dilakukan agar siswa tidak memandang remeh pelajaran Fisika serta pengajar atau guru Fisika.

Metode pembelajaran tersebut banyak diterapkan di SMU atau MA pada kurikulum sebelum KBK diterapkan.Tetapi metode pembelajran tersebut tak lagi diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi.Malah sebaliknya , siswa diharapkan dapat belajar Fisika dengan mudah , tanpa ada paksaan serta tak lagi merasa suatu kewajiban.Malah belajar Fisika dapat menjadi suatu kegemaran yang menyenangkan dan menarik.

Metode pembelajaran Fisika di SMU atau MA pada kurikulum berbasis Kompentensi seharusnya adalah sebagai berikut :

1) Pengantar yang baik

Dalam memulai suatu pokok bahasan atau bab yang baru , siswa butuh suatu “pengantar” yang baik , agar mereka merasa nyaman dalam menerima transfer ilmu.Pengantar yang dimaksud mencakup gambaran singkat tentang apa yang dipelajari.

2) Start Easy

Saat masuk ke suatu pokok bahasan , sebaiknya diawali dengan pen- jelasan yang sederhana , mudah dicerna , disertai dengan contoh - contoh soal serta soal - soal latihan yang mudah pula.Hal ini penting untuk memberikan kesan “mudah” pada siswa dan menumbuhkan kepercayaan dirinya.

3) Sesuap demi sesuap

Proses pembelajaran hendaknya dilakukan secara bertahap , baik dari segi penyampaian materi maupun dari tingkat kesulitan soal.Hindari penyampaian materi yang banyak sekaligus dalam satu pertemuan , ataupun langsung menguji siswa dengan soal - soal yang sulit sebelum mereka mencoba hal - hal yang mudah terlebih dahulu.

4) Gamblang

Penjelasan suatu konsep Fisika haruslah gambling , jagan biarkan siswa menangkap suatu konsepsecara samar - samar karena ini akan menjadi beban bagi siswa di masa selanjutnya.

Celakanya , inilah yang justru banyak terjadi.Misalnya , pada saat siswa SMU yang abru masuk kita minta untuk menyebutkan bunyi hokum Archimedes , nyaris tidak ada yang mampu menyebutkannya dengan benar.

5) Menyederhanakan dan membatsi

Salah satu hal yang sering dikeluhkan siswa daalah bahwa materi yang diajarkan terasa rumit dan terlalu banyak.Hal ini sangat ironis mengingat beban dari kurikulum sendiri tidak menuntut demikian.Yang terjadi adalah seringkali guru merasa belum puas bila belum mengajarkan materi - materi pengayakan yang sebenarnya tidak tercantum dalam GBPP.Untuk memecahakan persoalaan itu yaitu dengan menyedehanakan dan membatasi bahan materi yang dibahas.

6) Ilustrasi yang membantu pemahaman

Dalam pengajran Fisika penggunaan Ilustrasi merupakan alat yang efektif dalam menanamkan pemahaman pada siswa.

7) Analogi membangun imajinasi

Analogi juga merupakan cara yang efektif dalam membangun imajinasi dan daya nalar siswa .

8) Konsep dan rumus dasar sebagai kunci iggris

Pada saat pembelajaran Fisika , seringkali para guru mengajarkan rumus cepat kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam memecahkan suatu persoalan .Penggunaan rumus ini justru menampuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan konsep dan rumus dasar .

9) Alat Bantu dan eksperimen untuk memperkuat pemahaman

Fisika merupakan ilmu alam , dan dalam mempelajari tentu tak dapat lepas dari eksperimen . Kadang hanya lewat eksperimen , siswa dapat meyakini suatu hal yang sepintas tidak sesuai dengan logika mereka . Selain itu , media elektronik juga baik untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran

10) ” Game ” untuk membangun suasana

Proses pembelajaran tidak dapat dipaksakan bila kondisi siswa sudah jenuh . Hal tersebut diatasi dengan mengadakan ” game ” dimana siswa diberi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan .

11) Soal-soal standar untuk melatih skill

Dalam menghadapi evaluasi belajar , selain diperlukan pemahaman konsep juga dibutuhkan keterampilan menjawab soal . Keterampilan ini dapat ditingkatkan dengan banyak latihan mengerjakan soal-soal fisika .

D. PRESTASI BELAJAR FISIKA

Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu.Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar , maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi - tingginya.

Prestasi belajar dinyatakan dengan skkor hasil tes atau angak yang diberikan guru berdasarkan pengamatannya belaka atau keduanya yaitu hasil tes serta pengamatan guru pada waktu peserta didik melakukan diskusi kelompok.

Berdasarkan batasan pengertian prestasi belajar tersebut , dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar Fisika adalah hasil yang telah dicapai siswa melalui suatu kegiatan belajar Fisika.Kegiatan belajar dapat dilakukan secara individu maupun dan secara kelompok.

KONSEP PENDIDIKAN MENURUT CONFUCIANISME DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

PENGANTAR

Pendidikan adalah salah satu unsur paling penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan proses pendewasaan diri manusia itu sendiri serta selain itu pendidikan juga merupakan proses pembentukan pribadi dan karakter manusia. Kemudian, pada satu fokus yang lebih khusus yaitu pendidikan formal, manusia diberikan dasar-dasar pengetahuan sebagai pegangan dalam menjalani hidup dan menghadapi kenyataan hidup dimana didalam pendidikan formal dalam hal ini adalah sekolah menjadi suatu jenjang yang mungkin memang sudah selayaknya dilalui dalam proses kehidupan manusia. Kemudian dalam pendidikan sekolah itu, manusia juga selain melatih kedewasaan juga mengasah intelektualitasnya dan kompetensinya dalam tanggung jawab dan kesadaran.

Seperti telah dituliskan sebelumnya, pada dunia sekolah, manusia dilatih intelektualitasnya dengan pengetahuan dan ilmu-ilmu yang diajarkan dalam proses pendidikannya pada jenjang-jenjang yang telah ada dan diatur. Untuk itu, pada pendidikan sekolah sangat diperlukan adanya perencanaan dalam pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Perencanaan yang dimaksud adalah kurikulum pendidikan atau sekolah yang di dalamnya terdapat standar-standar pembelajaran dan pengembangan intelektualitas manusia.

Dua kebijakan pokok yang telah ditetapkan pemerintah untuk mendongkrak kualitas pendidikan yaitu melalui “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan”. Gerakan ini juga diharapkan bisa menumbuhkan kecakapan anak didik sesuai dengan kebutuhan lokal dalam perspektif global ( act locally think globally ). Pertama, hal yang menyangkut efisiensi pengelolaan pendidikan, pemerintah telah menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Kedua, untuk lebih memacu akselerasi peningkatan mutu, pemerintah juga telah merancang KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) ( www.pendidikanIndonesia.com ).

Pada tahun 2004 dimulai kurikulum baru yang biasa disebut dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum ini bisa dikatakan menganut atau didasari pada pendidikan confucianis. Mengapa demikian? Hal tersebut dapat terlihat pada pola pengajaran antara sistem KBK dengan pendidikan Confucius bisa dikatakan sama yaitu mengajar harus sesuai dengan kecakapan para murid, mengajar hendaknya dianggap sebagai media hiburan, dan belajar hendaknya merupakan sesuatu yang lebih bermanfaat, serta mengajar hendaknya merupakan evaluasi dari beberapa kasus yang timbul. Untuk hal ini maka pada makalah ini sedikit dibahas mengenai sistem kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dalam pandangan kaum confucianisme.

Pada makalah ini akan dibahas kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan pandangan filosofisnya sebagai bentuk dari essensi pendidikan yang diselenggarakan. Tentunya bukan dengan tujuan menjatuhkan akan tetapi memandang KBK sebagai kurikulum dalam proses pendidikan secara kritis. Untuk menemukan esensi dan substansi pendidikan tersebut.

Bagaimanakah proses pembelajarannya, benarkah KBK sebagai bentuk pendidikan yang menganut atau didasari pada pendidikan confucianis, selain itu akan sedikit dibahas pula manusia sebagai peserta didik dan kedudukannya dalam pendidikan menurut KBK dan kesesuaian KBK dengan pendidikan pada confucianisme.

Secara teoritis, makalah ini bersandar pada teori pendidikan menurut aliran confucianisme yaitu pendidikan merupakan pembekalan kepada subjek didik agar dapat menyesuaikan pada kehidupan nyata, lebih dari itu ialah meningkatkan moral, perkembangan mental yang penuh, termasuk akal budi dengan kecerdasannya. Dalam hal ini pendidikan dipusatkan pada manusianya. Selain itu, peserta didik merupakan subjek didik. Bukan objek didik

PEMBAHASAN

Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang seperti namanya didasari oleh kompetensi. Kompetensi sendiri adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara terus-menerus dan konsisten (Dr. Nurhadi. 2004)

Kurikulum berbasis kompetensi sendiri adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa. Bisa dikatakan bahwa kurikulum ini mengharapkan hasil dimana para siswa dapat melakukan sesuatu dalam konteks tertentu dengan tindakan yang sesuai dengan konteks yang terjadi. Bisa dikatakan juga siswa dapat menyesuaikan diri pada suatu konteks nyata yang terjadi.

Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut ( www.kurikulumberbasiskompetensi.com ):

• Keimanan, nilai dan budi pekerti luhur

• Penguatan integritas nasional

• Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika

• Kesamaan memperoleh kesempatan

• Abad pengetahuan dan teknologi informasi

• Pengembangan keterampilan hidup

• Belajar sepanjang hayat

• Berpusat pada anak dan penilaian yang berkelanjutan dan komperhensif

• Pendekatan menyeluruh dan kemitraan

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen yaitu kurikulum dan hasil, penilaian berbasis kelas, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah ( www.kurikulumberbasiskompetensi.com ).

Kurikulum dan hasil belajar , memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir hingga 18 tahun, kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensi, hasil belajar, dan indikator dari TK dan RA sampai dengan kelas XII (TK dan RA – 12).

Penilaian berbasis kelas , memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan .

Kegiataan belajar mengajar , memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran yang untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan androgogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik.

Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah , memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum ( curriculum council ) pengembangan perangkat kurikulum ( a.l. silabus ), pembinaan profesional tenaga kependidikan dan pengembangan sistem informasi kurikulum.

Kurikulum ini pada bentuknya bertujuan pada pencapaian siswa pada kompetensi tertentu setidaknya standar-standar akan kompetensi yang telah ditentukan dapat terpenuhi. Pembelajaran yang dilakukan tidak terpaku pada hasil pendidikan tetapi lebih kepada proses pembelajaran itu sendiri dimana siswa dapat bereksperimen dengan keadaan yang tersedia di depannya, demi untuk tercapainya pengetahuan karena memang pembelajaran tidak hanya bersumber dari guru saja melainkan dari non-guru, selama hal itu mendukung kompetensi siswa yang diharapkan.

Selain itu, mutu pendidikan yang diberikan tidak dipatok pada 1 tingkatan mutu atau keadaan saja melainkan diberikan secara demokratis yaitu bisa saja pendidikan dikembangkan lebih baik atau mungkin hanya sekedarnya. Hal ini didasarkan pada keadaan siswa yang ada. Bahkan mengenai demokrasi mutu ini, pada tahun 2005, J.Drost, SJ mengusulkan bahwa dengan pemberian mutu pengajaran yang demokratis seperti ini maka baginya, pengajarannya juga dipisahkan antara orang-orang yang cerdas dengan orang-orang yang tidak terlalu menonjol kecerdasannya. Akan tetapi di luar hal itu pendidikan yang diselenggarakan tidak sepenuhnya diberikan plot-plot pengajaran itu melainkan diatur sesuai keadaan yang ada pada siswa dengan catatan standarisasi kecakapan atau kompetensi siswa tetap dapat terpenuhi.

Pada bagian lain yaitu metode pembelajaran siswa adalah metode pembelajaran yang didasari oleh konteks sosial maka dibuat sedemikian rupa keadaan dimana siswa dapat diikutsertakan dalam rekonstruksi konteks sosial yang telah diberikan.

Untuk memperjelas keterangan di atas, saya akan memberikan contoh sekolah yang telah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) disekolahnya, yaitu ( www.kurikulumberbasiskompetensi.com ):

Dari “Green Apple” – Suara MBE, Kota Batu permainan domino untuk pembelajaran pecahan.

Mendengar kata domino, pikiran kita langsung tertuju pada kartu permainan dengan bulatan-bulatan merah berjumlah 1 – 6. Biasanya kita menggunakan domino untuk bermain sambil mengisi waktu luang. Tetapi tidak bagi bu Juliati, Guru kelas III dari SD Songgokerto III Batu.

Domino dimodifikasi dan digunakan sebagai media bagi pembelajaran pecahan pada siswa kelas III SD serta mengantarkan ibu Juli sebagai Juara I lomba Kreativitas Guru Sains dan Matematika tingkat Jawa Timur. Ibu Juli memodifikasi bulatan-bulatan domino

Aturan permainan dalam pembelajaran ini ada tiga macam, yaitu:

• Pembelajaran pecahan-pecahan yang ekivalen. Siswa memasangkan gambar dengan angka atau angka dengan angka atau gambar dengan gambar yang senilai atau ekivalen.

• Pembelajaran perbandingan dua pecahan yang nilainya berbeda lebih besar. Siswa memasangkan suatu gambar dengan angka atau angka dengan angka atau gambar dengan gambar yang nilainya lebih besar.

• Pembelajaran perbandingan dua pecahan yang nilainya berbeda lebih kecil. Aturan permainannya siswa memasangkan suatu gambar dengan angka atau angka dengan angka atau gambar dengan gambar yang nilainya lebih kecil.

Dengan menggunakan media domino yang dimodifikasi puzzle ini ternyata murid-murid kelas III menjadi lebih mudah memahami konsep pecahan. Siswa-siswa juga merasa senang karena mereka dapat belajar melalui bermain.

Pendidikan menurut Confucianisme

Confucius berusaha menata secara baik terhadap situasi dan kondisi masyarakat Cina sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku pada waktu itu melalui sarana pendidikan dengan cara membenahi hal-hal yang dipandang tidak benar. Confucius berpendapat bahwa pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu (Widyastini, 2004: 7-8):

• Khusus: membimbing dan mendidik agar senantiasa siap menjadi generasi-generasi penerus bangsa.

• Umum: mewujudkan manusia-manusia yang bermoral, pandai, dan mempunyai rasa tanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Confucius mengatakan bahwa di dalam dunia pendidikan tidak mengenal tinggi dan rendahnya kedudukan seseorang: semua sama (Widyastini, 2004: 7-8).

Di dalam buku Analects, Confucius berkata bahwa (Confucius, 1991: 20-21):

• Belajar lebih intensif

• Mengajar tidak memandang keturunan

• Mengajar harus sesuai dengan kecakapan para murid

• Mengajar hendaknya dianggap sebagai media hiburan

• Mengajar hendaknya menggunakan metode yang tepat

• Mengajar hendaknya tanpa adanya rasa segan

• Mengajar hendaknya merupakan evaluasi dari beberapa kasus yang timbul

• Belajar hendaknya merupakan sesuatu yang lebih bermanfaat.

Kedelapan prinsip tersebut diatas, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Confucius, tidak hanya berpengaruh dalam pendidikan kuno saja, tetapi hal ini masih dan tetap digunakan dalam pendidikan modern saat ini.

Confucius dikenal sebagai filosof Cina, ciri khas pemikiran pragmatis dan melingkupi hal-hal yang sifatnya praktis; sehingga lebih banyak menjauhi masalah-masalah yang dogmatis (teoritis), dalam hal ini kebenaran dibuktikan melalui akal dan dibuktikan melalui empiris. Menurut Lasiyo sebagaimana dinyatakan oleh Confucius kepada murid-muridnya bahwa sebaiknya dalam menghadapi suatu permasalahan hendaknya diusahakan dengan berpikir secara mandiri, maka tidak mudah mengikuti pendapat orang lain dan harus dapat menganalisis secara benar, ia berkata (Widyastini, 2004: 18):

”Sang guru tidak boleh mendiktekan sesuatu kebenaran kepada murid-muridnya, murid-murid harus berpikir sendiri dan apabila kebenaran menurut mereka bertentangan dengan apa yang diajarkan gurunya mereka dapat mendebat gurunya” (Lasiyo, 1983: 26), maka seorang pendidik yang baik adalah pendidik yang memberi kebebasan berpikir kepada anak didiknya sehingga mereka dapat menghasilkan penemuan-penemuan baru, jika kebenaran yang didapatkan berlainan dengan yang diajarkan oleh sang pendidik, maka peserta didik diperbolehkan mengadu argumentasi, untuk lebih menumbuhkembangkan pemikiran dan penalaran mereka, maka dalam hal ini dibutuhkan kematangan dalam berpikir dan berperilaku (Lasiyo, 1997: 3).”

Salah satu konsep yang mendasar dalam pendidikan Confucius ialah konsep mengenai Tao. Tao sendiri mempunyai arti ”Jalan/cara” (the way) atau ”alur” (path). Tao adalah “Jalan”, dengan huruf besar J, artinya jalan diatas segenap jalan lain yang seharusnya diikuti manusia (Creel, 1990: 34-35). Tujuan yang hendak dicapainya ialah kebahagiaan, dalam hidup ini, disini dan kini, untuk segenap umat manusia.

KBK dalam Pendidikan Confucianisme, benarkah?

Kurikulum berbasis kompetensi, suatu perencanaan dengan dasar kompetensi. Seperti telah dijabarkan sebelumnya terlihat sangat mementingkan peran aktif siswa atau peserta didik hal ini diperlihatkan pada metode pelajaran yang disusun dalam KBK. Dalam metode ini seperti dituliskan sebelum ini yaitu dalam pembelajaran yang lebih kepada eksperimen, konstruksi masalah dan kompetensi.

Dalam tataran ini memang pada kurikulum berbasis kompetensi begitu jelasnya berusaha menggambarkan pendidikan yang diajarkan oleh confucius lebih jauh lagi dalam tujuan yang diambil dalam kurikulum berbasis kompetensi kurang lebih mirip dengan pengertian pendidikan confucianisme serta pola yang dibangun yaitu:

• Belajar hendaknya merupakan sesuatu yang lebih bermanfaat

• Mengajar hendaknya dianggap sebagai media hiburan

• Mengajar hendaknya merupakan evaluasi dari beberapa kasus yang timbul, dll.

Selain itu, Confucius sendiri juga mengatakan bahwa pendidikan yang diterapkan pada masanya tidak hanya berpengaruh dalam pendidikan kuno saja, tetapi hal ini masih dan tetap digunakan dalam pendidikan modern saat ini. Akan tetapi kita tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa model pendidikan confucianisme sama dengan sistem pendidikan KBK. Karena jika kita teliti lebih dalam lagi, walaupun banyak kesamaan antara sistem KBK dengan pendidikan Confucianisme, namun sebenarnya antara keduanya sangat berbeda. Hal tersebut terlihat pada masih ada rasa segan diantara kedua belah pihak, baik dari pihak pengajar maupun peserta didik, serta masih ada otoritas dari pendidik.

Namun, bagaimanapun juga dengan metode baru serta pandangan filosofis yang bisa dikatakan baru dilaksanakan pada kurikulum pendidikan di Indonesia diharapkan bisa membangun sumber daya manusia menjadi lebih baik.

KESIMPULAN

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kurikulum berbasis kompetensi sebagai suatu kurikulum yang mendasari rencana pendidikan dan pembelajaran di Indonesia ini adalah suatu kemajuan sendiri dalam perjalanannya. Hal ini sudah barang tentu sebagai suatu usaha pembangunan manusia Indonesia kearah yang lebih baik lagi.

Hanya saja kurikulum di Indonesia kembali terjebak pada pola pendidikan yang tetap mempertahankan otoritas pendidik dalam kelas (pada pendidikan formal) walaupun dengan metode sekarang yang lebih variatif. Secara substansial, pendidikan dengan dasar KBK belum sampai kepada pendidikan yang dianut oleh Confucius. Akan tetapi, memang metode-metode pendidikan yang sudah dan sedang dijalankan sudah mendekati kepada tujuan pendidikan Confucianisme. Boleh dikatakan tinggal beberapa langkah lagi sampai kepada idealisme pendidikan Confucianisme.

DAFTAR PUSTAKA

Creel, H. G. 1990. Alam Pikiran Cina; Sejak Confucius sampai Mao Zedong . Yogyakarta : P. T. Tiara Wacana.

Drost. J. 2005. dari KBK (kurikulum berbasis kompetensi) sampai MBS (manajemen berbasis sekolah); esai-esai pendidikan . Jakarta: Kompas.

Nurhadi, Dr. 2004. Kurikulum 2004; pertanyaan dan jawaban . Jakarta: Grasindo

Widyastini. 2004. Filsafat Manusia Menurut Confucius dan Al Ga zali. Yogyakarta : Paradigma.

www.kurikulumberbasiskompetensi.com

www.pendidikanIndonesia.com

Hilangnya Pendidikan Pancasila Dari Stuktur Kurikulum KBK Dan KTSP

Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa Indonesia yang lahir pada 1 Juni 1945 mengalami pasang surut yang luar biasa dalam sistem kurikulum kita. Semenjak kita memasuki Orde Baru pasca 1965, urgensi penyebutan Pancasila secara explisit dalam sistem kurikulum menjadi sangat mutlak. Hal ini terjadi karena sebelum peristiwa G-30-S/PKI tahun 1965 itu, sebagai titik balik perjalanan sejarah bangsa ini, Pancasila menempati ruang yang penuh dengan wacana dalam sistem politik di negeri ini.

Dalam kurikulum 1964, ( istilah yang dipakai pada waktu itu bukan ”kurikulum” tetapi ”Rencana Pendidikan” ), yang kemudian ditimpali dengan Penetapan Presiden no. 19/1965, pendidikan Pancasila ini bahkan ditafsirkan menurut Manifesto Politik dan USDEK serta ditafsirkan pula menurut ciri-ciri manusia sosialis Indonesia.,yang kedua-duanya merupakan doktrin politik Orde Lama yang terkenal itu. Di bidang pendidikan, doktrin ini ditambah dengan ”Pancawardana” sebagai sub pokok bahasan. Dalam Penpres no. 19/1965 itu bahkan disebutkan bahwa manusia Indonesia Baru yang dibentuk melalui sistem Pendidikan Pancasila harus berjiwa ”nasakom”, singkatan dari akronim ”nasionalis, agama dan komunis”, suatu jargon yang terdengar nyaring pada jaman itu. (Dr. Anwar Jasin M.Ed. ”Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dasar sejak proklamasi kemerdekaan”, 1987) .

Walaupun kata ”Pancasila” sudah terdapat dalam Rencana Pendidikan tahun 1964 tadi, namun karena secara aksiologis penyusunan kurikulum belum canggih seperti saat ini, maka Pancasila hanya disinggung sepintas lalu sebagai dasar dari sistem pendidikan , dengan menyebutkan bahwa ”…..Dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Manipol Usdek dengan segala konsekwensi dan implikasinya bagi pendidikan dan kurikulum Sekolah Dasar………”

Dengan lahirnya Orde Baru pasca 1965, maka dalam kurikulum 1968, mulailah tercetak secara explisit kata Pancasila dalam sistem kurikulum kita dengan disebutkannya bahwa Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila terdiri dari mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargaan Negara, Pendidikan Bahasa Indonesia dan Pendidikan Olahraga.

Dalam bukunya tersebut diatas, Anwar Jasin mengatakan bahwa

”… Dalam Rencana Pendidikan 1964, pembentukan manusia Pancasila sebagai salah satu fungsi Sekolah Dasar mengacu pada gambaran manusia sosialis Indonesia, dan Pancasila itu sendiri ditafsirkan menurut Manipol/Usdek. Kurikulum 1968 mengacu kepada tujuan pendidikan nasional, yaitu pembentukan manusia Pancasilais sejati, dalam rangka usaha pelaksanaan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Perubahan aksiologis tujuan institusional Sekolah Dasar ini merupakan konsekuensi langsung perubahan politik, dari Orde Lama ke Orde Baru……”

Itulah perjalanan Pendidikan Pancasila dalam sistem kurikulum dari jaman ORLA ke ke ORBA, yang sejak semula memang sudah diwarnai dengan wacana.

Dengan perubahan-2 politik di tanah air, maka tujuan pendidikan nasional dalam sistem pembentukan manusia Indonesia yang dicita-citakan menjadi terombang-ambing dan tidak kunjung mantap disebabkan kurang kokohnya ideologi Pancasila dalam pendidikan nasional.

Pada Garis-2 Besar Haluan Negara tahun 1973, memang telah dicanangkan agar pembentukan mental dan moral Pancasila dimasukkan kedalam kurikulum dan menjadi bagian integral dari pendidikan nasional.

Dengan amanat konstitusi ini, karena GBHN adalah produk legislatif oleh MPR, maka dengan sertamerta dimulailah masa kejayaan Pendidikan Pancasila dalam sistem kurikulum kita.

Apalagi dengan datangnya era Ekaprasetya Pancakarsa pada tahun 1978 atau yang terkenal dengan P-4, yakni Pedoman Penghayatan dan Pengmalan Pancasila, dan dibentuknya BP-7, sebuah lembaga negara yang mengelola penataran P-4 tadi. Kurikulum 1975, yang telah mencantumkan Pancasila seperti telah diawali pada kurikulum 1968, segera disesuaikan dengan konsep Ekaprasetya Pancakarsa yang dicanangkan dalam tahun 1978 tersebut. Perombakan penting segera terjadi terhadap Pendidikan Moral Pancasila. Mata pelajaran itu menjadi lebih kokoh berdiri sendiri dalam struktur program kuriulum dalam semua jenjang sekolah.

Bagi para penulis buku bahan ajar (textbook) serta para penerbit, PMP ini merupakan ”komoditi” baru yang cukup menggairahkan. Puluhan buku dan penerbit membanjiri dunia persekolahan kita dengan produk-produk PMP.

Pancasila, yang hakekatnya merupakan falsafah ideologis sebagai ”way of life” yang digali oleh Bung Karno dan diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945, telah dirinci menjadi 36 butir ayat-2 yang kemudian menjadi hafalan anak-2 kita dalam pelajaran PMP.

Depdikbud pada waktu itu telah luar biasa disibukkannya dalam manajemen PMP ini. Mulai dari seleksi buku pelajaran yang berduyun-duyun mendatanginya serta para pengarang dan penerbit, penataran guru PMP di seluruh pelosok tanah air serta mencetak bahan2nya, simulasi untuk menemukan metodologi yang pas, teknik evaluasi dan lain-2 lagi. Entah berapa banyak uang yang terpakai untuk ini. disamping penataran P-4 sendiri oleh BP-7 yang diberlakukan untuk seluruh birokrasi, aparatur negara, politisi dan lapisan masyarakat tertentu seperti perkumpulan-2 profesi dan sebagainya.

Pancasila yang seharusnya berada pada domein nilai dan sikap menurut taksonomi Bloom, akhirnya hanya menjadi aspek kognitif dalam teori pendidikan dan bukan pada aspek behavioural, yakni sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila diajarkan sebagai ”pengetahuan”., yang seharusnya dicontohkan sebagai ”keteladanan” tentang perilaku, sikap dan nilai-2 kehidupan sebagai mahluk Tuhan Y.M.E. Tetapi siapa yang akan menjadi teladan, kalau perilaku tokoh elite yang harus di teladani hanya seperti sekarang ini? Apakah Pancasila hanya akan menjadi rhetorika belaka, karena sulitnya dijumpai keteladanan dalam perilaku kita? Kemana akan mencari tokoh panutan bahkan setelah melewati era P-4 dan PMP ?

Dalam kurikulum 1994, Pendidikan Pancasila mengalami perubahan.. Karena terlalu ”dipaksakan” untuk berdiri sendiri dalam kurikulum 1975 maka Pendidikan Moral Pancasila tadi direduksi posisinya.

Dari mata pelajaran yang berdiri sendiri, Pendidikan Pancasila lalu digabung dalam mata pelajaran PPKn, singkatan dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila diintegrasikan sebagai pengetahuan untuk mempertebal semangat dan jiwa kebangsaan melalui ilmu kewarganegaraan.

Perkembangan terkini, Pendidikan Pancasila yang sudah mengalami gelombang pasang surut dalam sistem kurikulum kita, bahkan ”lenyap” dari ”curriculum exposure” . Datangnya era reformasi pada tahun 1998 disusul dengan dibubarkannya BP-7 dan P-4, mempercepat hilangnya Pendidikan Pancasila dari struktur kurikulum

Kurikulum 2004 yang disebut sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi atau K.B.K telah menghilangkan kata ”Pancasila” dari PPKn, tinggal menjadi PKn atau Pendidikan Kewarganegaraan, tanpa menyebut Pancasila lagi. Begitu pula dengan kurikulum KTSP (singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006, yang dalam struktur porgramnya, tidak ada lagi kata Pancasila.

Kalau dalam kurikulum 1994 dahulu Pancasila masih dapat ”kapling” dalam mata pelajaran PPKn, maka dalam kurikulum KBK tahun 2004 yang kemudian disusul dengan KTSP yang baru dilansir tahun 2006 yang lalu, Pendidikan Pancasila tidak lagi disebut Alasan modifikasi ini, barangkali, untuk menjadi warganegara yang baik cukup dengan mengajarkan PKn, dimana Pancasila sudah implisit ada disitu.

Kita belum tahu bagaimana para guru yang akan berkarya dalam membuat ”kurikulum individual” yakni KTSP ini nanti akan menyentuh Pancasila dalam proses pembelajaran dan ”transfer of knowledge” kepada murid-muridnya.

Di tengah-tengah carut marutnya kondisi kebangsaan dan moralitas kita saat ini, kita lihat saja bagaimana falsafah Pancasila akan ditanamkannya dalam sistem pembentukan manusia Indonesia, sebagai fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam pembentukan citizenship, bukan sekedar menjadi orang Indonesia

Para pembuat dan penentu kebijakan dalam dunia pendidikan itulah yang harus lebih mengerti duduk perkaranya. Kita yakin bahwa pendidikan nasional adalah mekanisme pemersatu bangsa yang paling ampuh untuk melestarikan NKRI ini.

Sebagai penutup tulisan singkat ini, dalam kaitan dengan peranan pendidikan bagi semangat patriotisme, marilah kita baca tulisan John Dewey, (1859-1952), seorang filosoof Amerika dalam bukunya ”DEMOCRACY AND EDUCATION, an intro- duction of the filosophy of education” 1915, yang mengambil contoh bagaimana leadership dari pemimpin-2 Prusia telah membentuk warganegara Jerman yang begitu tangguh nasionalismenya, “…under the influence of German thought in particular, education became a civic function, and the civic function was identified with the realization of the ideal of the nation state…… To form the” citizen” not the “man”, became the aim of education…”

Pendidikan nasional harus mempunyai civic mission, untuk membentuk seorang nasionalis yang patriotik bagi tanah airnya.

Jakarta 14 Oktober 2008

MUTU PENDIDIKAN - SBI Amanat Undang- undang

10 April 2009

Jakarta, Kompas - Sekolah bertaraf internasional atau SBI merupakan amanat Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perundangan itu mengamanatkan pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi SBI.

Demikian dinyatakan oleh Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional Muhadjir, Rabu (8/4).

Seperti diwartakan, Selasa lalu, dalam diskusi publik bertajuk "Membedah Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)", pemerintah dipandang tidak percaya bahwa sistem pendidikan nasional mampu bersaing di level global. Diskusi tersebut diselenggarakan Education Forum.

Ketidakpercayaan diri tersebut membuat pemerintah giat mengembangkan SBI yang menerjemahkan bahasa ajar ke dalam Bahasa Inggris dan menggunakan kurikulum internasional.Muhadjir menyatakan, SBI juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Rencana Strategis Depdiknas tahun 2005-2009.

Kebijakan Depdiknas tahun 2007 tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan madrasah juga menyatakan bahwa sekolah dan madrasah bertaraf internasional merupakan sekolah yang sudah memenuhi standar nasional pendidikan.

Pengembangan sekolah tersebut kemudian diperkaya dengan mengacu kepada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Selain negara anggota OECD, sekolah tersebut dapat juga mengacu pada negara lain yang mempunyai keunggulan tertentu di bidang pendidikan sehingga mempunyai daya saing di forum internasional. Negara yang menjadi acuan sekolah bertaraf internasional di Indonesia tersebut dianggap telah memiliki reputasi mutu dan lulusan yang diakui secara internasional.

Oleh karena itu, melalui SBI, pemerintah berpandangan telah berupaya menyiapkan anak bangsa agar dapat menghadapi tantangan zaman. (INE)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/09/0345359/sbi.amanat.undang-.undang